Monday, July 5, 2010

Prinsip

Salahkah bila seseorang memiliki prinsip? Walaupun prinsip itu dianggap diluar kelaziman? Sepanjang prinsip itu tidak melukai siapapun termasuk pemilik prinsip, harusnya orang tidak memaksa pemilik prinsip untuk melepaskan prinsipnya kan?
Hari ini saya baru melihat undangan rekan kerja yang menikah. Undangan itu tergeletak begitu saja di meja rekan kerja lain, dalam kondisi sudah terbuka dan plastiknya pun dibiarkan terserak di dekatnya. Undangan itu ditujukan untuk rekan-rekan sekantor, pastinya termasuk saya. Tapi salahkah saya bila saya berfikir saya tidak mau datang. Hal ini sudah menjadi prinsip saya, kalau saya tidak melihat nama saya ada di lekatkan pada undangan pernikahan tersebut, saya tidak diundang. Kalau saya tidak diundang, mengapa saya harus datang.
Hanya karena undangan itu tergeletak dengan nama 'rekan-rekan sekantor' mereka merasa saya wajib datang? Pengundang jelas tidak menghargai saya, karena bahkan sepotong kalimat pun tidak terucap dari bibirnya, atau undangan itu diperlihatkan kepada saya, atau ketika ia mengundang lewat email, ia tidak berniat memastikan saya sudah melihat undangannya.
Kesimpulan : memang ia pada dasarnya tidak berniat mengundang saya. Jadi untuk apa saya repot-repot datang?
Salahkah saya memegang prinsip? Haruskah saya mengkompromikan prinsip? Hanya karena 'pertemanan', 'solidaritas' ??
Justru banyak hal buruk saat prinsip dikompromikan atas nama pertemanan, atas nama solidaritas. Lihatlah banyak kasus korupsi dipeti-eskan, bahkan sang pelapor yang dikucilkan, dipenjarakan. Semua itu karena kompromi terhadap prinsip atas dasar 'solidaritas', atas dasar 'pertemanan'.
Sekali lagi, salahkah saya memegan prinsip?

No comments:

Post a Comment